Empat
orang pria pergi ke kapel untuk berdoa.
Pria
pertama berdiri dan mendoakan doa ini kepada dirinya sendiri, “Saya tidak tahu
apa yang saya lakukan di sini, lagipula bukankah Yesus berkata bahwa Tuhan
mengetahui kebutuhan kita, bahkan sebelum kita memintanya? Mengapa saya harus
berdoa? Menurut saya, doa itu kelihatannya tidak penting!”
Pria kedua
berdiri dan mendoakan doa ini kepada dirinya sendiri, “Dunia ini adalah dunia
yang dipimpin oleh hukum yang abadi. Bagaimana mungkin saya berani menghampiri
Tuhan dan meminta-Nya untuk mengubah salah satu peraturan di alam semesta ini,
hanya untuk menyelaraskannya dengan keinginan saya? Menurut saya, doa itu
sangat tidak masuk akal!”
Pria yang
ketiga berdiri dab mendoakan doa ini kepada dirinya sendiri, “Menurut saya akan
terlalu berbahaya baik secara emosi maupun mental jika saya berlari kepada
Tuhan dengan kesulitan-kesulitan saya. Saya harus menajdi pria sejati yang
dapat menyelesaikan semua kesulitan sendiri. Saya pikir doa adalah hal yang
tidak sehat dan tidak dewasa!”
Pria
keempat memukul dadanya dan berkata, “Tuhan, kasihanilah saya orang berdosa-dan
ubahlah saya!” (cf : Lukas 18:13)
--Edward
Wessling
Renungan
Dalam
sikap hati kita ketika berdoa, kita perlu merendahkan diri kita di hadapan
Tuhan, karena doa merupakan penyataan ketergantungan kita akan Tuhan. Pada
waktu kita berdoa, apakah sikap hati kita benar-benar bergantung kepada Tuhan,
atau apakah doa sudah menjadi tradisi bagi kita? Biarlah kita selalu menjaga
hati kita dan selalu menggantungkan kehidupan kita kepada Tuhan.
Doa tidak mengubah Tuhan,
tetapi mengubahkan dia yang berdoa.
(Soren Kierkegaard)
Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa
seperti orang munafik.
Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri
dalam
rumah-rumah ibadah dan pada tikungan-tikungan
jalan raya,
supaya mereka dilihat orang. Aku berkata
kepadamu :
Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
(Matius 6:5)
Disadur
dari Buku 100 Kisah Doa, Djohan Handojo. 2011. Hlm. 60-61. Light Publishing
0 komentar:
Posting Komentar