Rabu, 09 Mei 2012

BUKAN AKU LAGI

"namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku"    (Galatia 2:20)
"Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2 : 5-8)

Setelah merenungkan ayatnya, dijelaskan saat PA (Pendalaman Alkitab), dan juga denger khotbah tentang ayat2 di atas, gw makin menyadari bahwa hidup ini BUKANLAH LAGI TENTANG KITA, tetapi SEMUANYA TENTANG ALLAH.

Mengosongkan diri artinya membuang keinginan-keinginan pribadi, cita-cita pribadi, dan standard-standard pribadi yang tidak berasal dari Bapa. Kita harus mengosongkannya, untuk kemudian dipenuhi oleh keinginan-keinginan, cita-cita, dan standard-standard yang berasal dari Bapa. 

Rancangan-Nya melebihi rancangan-rancangan kita. Cita-cita yang berasal dari Bapa, standard-standard yang ditetapkan oleh Bapa PASTI lebih baik dan lebih mulia daripada apa yang kita bayangkan. Hanya seringkali jika kita berasa rancangan kita itu baik, kita sulit melepaskannya. 

Mungkin A memiliki cita-cita sebagai dokter, dia ingin menjadi dokter yang ditempatkan di daerah pedalaman untuk menolong orang-orang miskin. Apakah cita-cita itu baik? Baik dan mulia. Tapi apakah itu yang terbaik? Apakah itu yang menjadi cita-cita Allah untuk dikerjakan oleh A?

B memiliki cita-cita sebagai pebisnis, keuntungan yang dia peroleh dia ingin sumbangkan untuk membangun panti asuhan, panti jompo, dan sekolah bagi anak tidak mampu. Apakah itu baik? Baik dan mulia. Tapi apakah itu yang terbaik? Apakah itu yang menjadi cita-cita Allah untuk dikerjakan oleh B?

A dan B memegang mimpi mereka erat-erat, tetapi jika Tuhan berkata tidak untuk mimpi mereka apa yang mereka harus lakukan?

Di sini bukan berarti A tidak mungkin menjadi dokter, karena mungkin saja memang Tuhan ingin A menjadi dokter, begitu juga dengan B. Tapi pertanyaannya adalah bagaimana jika mimpi Tuhan buat kita berbeda dengan mimpi kita sendiri? Mana yang harus kita pilih? Mimpi Tuhan tentunya. Tentunya sulit membuang mimpi yang dari dulu kita bangun dengan indah. Disinilah kita harus mengosongkan diri, dan menjadikan mimpi Allah untuk kita menjadi mimpi kita sendiri.

Panggilan Hidup berbicara tentang sesuatu yang secara khusus dan spesifik untuk kita, di mana Tuhan memanggil kita di area itu, dan tidak ada yang menjadi lebih efektif dalam mengerjakannya selain kita. Tetapi lebih dari itu, panggilan hidup adalah bagaimana kita membuang semua "keakuan" kita (mimpi saya, keinginan saya, cita-cita saya) dan digantikan dengan mimpi, keinginan, cita-cita Allah Bapa buat kita.

Pray :
Tuhan ini hidupku, kupersembahkan untuk-Mu
Seluruh tubuh, jiwa, roh, pikiran, dan hatiku kuserahkan pada-Mu
Seluruh cita-cita, masa depanku menjadi milik-Mu

Apa yang Allah pikirkan, itulah yang mau aku pikirkan
Apa yang Allah rasakan, itulah yang mau aku rasakan

Bapa, aku mau cita-cita-Mu lah yang kini menjadi cita-citaku
Apa yang Kau inginkan, itulah juga yang aku inginkan
Apa yang menjadi kerinduan-Mu, itulah juga yang menjadi kerinduanku
Benar Bapa, karena hidupku seluruh-Nya adalah tentang Engkau
Biarlah nama-Mu yang dimuliakan sampai selama-lamanya.
Amin